Rabu, 05 September 2007

Stop Complaining People!



Jadi sebenernya yang di tuntut apa? Listrik, Monoreal, perbaikan perekonomian di Kalimantan? Internet? Doh semua tuntuan kita tuh ya cuma bakal dicukein dan kalo pun di gubris cuma sedikit. Kalo kita-kita mau menuntut adanya perubahan terhadap kaltim (mungkin bukan orang kaltim aja yang ngerasa ada yang salah, daerah lain juga), berharaplah terjadinya perang dan kita dijajah, atau adanya perubahan sistem dari demokrasi ke komunis seperti Rusia. Yups terdengar kejam memang, tapi memang begitu.

Percaya ga sih keadaan yang tidak stabil adalah gimana dunia bekerja, unstable lah yang memberi loe-loe pada makan, unstable lah yang buat Indonesia merdeka juga, unstable lah yang buat pejabat-pejabat makin gendut dan banyak dosa. Ngarapin sesuatu yang stabil sama aja juga ngarapin ga ada kehidupan. Wartawan hidup dari ketidakstabilan, begitu juga bokap-bokap loe pada, dan dalam suatu kondisi unstable ada orang yang harus dan pasti dan mesti dirugikan, ini pasti, loe ga bisa bawa semua menjadi bener dan stabil, apalagi di Indonesia yang punya tingkat variansi yang tinggi.

Variansi yang ada di negara kita terlalu tinggi, sebenarnya tingginya variansi tersebut sangat bagus jika didukung oleh tingkat pengertian dan pendidikan yang tinggi, tapi ini ga! Indonesia punya variansi yang tinggi dengan tingkat ketololan dan kebodohan yang sangat tinggi. Variansi yang di maksud bukan beragam suku jenis lho ya, tetapi beragam tujuan, maksud, dan keinginan. Variansi yang ada harus di tekan dan diturunkan, bagaimana caranya? seriously gw ga tau.

Berbicara ttg Indonesia sama aja bicarain sesuatu yang busuk dan hancur, sekuat apapun tenaga hanya akan ikut hancur juga, trus apa dunk yang bisa kita lakuin secara tahap kita cuma bisa ngemeng doank tapi kita juga pengan melakukan perubahan dan ga ikut arus banget lah? ada sih nurut aku beberapa yang bisa kita lakukan, Loh koq malah ngasi gini bex, bukannya cerita2 ekonomi kaltim, LPG, atau apalah, soalnya nurut gue, yang kita lakukan dengan berpendapat ini percuma dan buang-buang tenaga, apalagi berpendapat tentang daerah, kaltim misalnya. Bayangin ya, suatu masalah yang terjadi di Ibukota aja, pemerintah dengan tega menyuekin apalagi di daerah yang cuma demo-demo doank, tinggal dilempari uang 50.000 trus di suruh beli cendol dah pada diem. Ga usah jauh-jauh, Lavindo, gimana tuh penyelesaian? beres ga? bayangain orang-orang yang kena korban udah nuntut ampe datang kesana, ada yang ampe nangis-nangis bilang ini lah bilang itu lah, tapi apa? emang ada tanggapan yang cukup berarti dari pemerintah? GA!!!, lahhh kita? mau nuntut apa? Kaltim di perhatiin? Bencana kek gitu aja pemerintah cuek apalagi masalah kita, terkadang gw mikir orang tolol yang ngomong "ahh dah bisa makan aja sukur ga usah ribut deh" bener juga klo diliat dari sisi ini. Sapa yang di untungkan dengan terjadi hal2 kek gitu, media massa, yang ujung2nya punya orang2 gedean di pemerintahan juga.

Menanggapi pernyataan “kenapa ga ada orang2 baik dan berpikiran bener kek kita2 yang masuk ke dunia pemerintahan?”. Oke, gini, ketika orang belum nikah terutama cowok ngeliat pasangan yang udah nikah dia pasti bilang, duh enaknya ya udah nikah, tukang becak bilang duh enak ya tukang ojek ga perlu ngayuh-ngayuh kek gw, dst dst. Intinya kita bisa ngomong kek gitu karena kita blum dapatkan itu, kita pikir orang-orang di pemerintahan itu tolol-tolol dan tidak bisa berpikiran kek kita gitu? padahal dulu mereka juga gw yakin orang-orang kek kita, yang ketika masuk ke dalam situ tidak bisa berbuat apa-apa juga, melawan hancur, tereak-tereak juga ga terlalu di gubris, banyak omong cepet mokat [menurut penelitian kompas hehehe]. Jadi jangan pikir dengan kita nantinya yang berpikiran sekarang seandainya ntar masuk pemerintahan bisa melakukan something, GA!!!! lo mikir gitu sekarang karena blum jadi itu. Coba tanya suami-suami, enak ga udah nikah? jawabannya GA!! Rata-rata sih.

Okeh ini pendapat kasar, katakanlah tereak-tereak kita dan blog kita di dengarkan oleh pemerintah, trus daerah laen juga ntar bakal kek kita tereak-tereak dan ga didengar dan di cuekin, trus apa kita peduli ama mereka? pastinya ga donk, klo kaltim udah maju ya udah persetan dengan yang laen, urus aja kek kita dulu tereak ampe di denger.

Oke oke ini ada beberapa yang nurut pikiran tolol gw yang masih bisa kita lakukan secara kita masih tahap ngemeng dan ngemeng dan terkadang bisa lah lempar-lempar batu kecil dikit ke pemerintah. Intinya jgn terlalu terpikirkan pemerintah yang sekarang, klo kita udah ngerasa kita bener dan bisa berpikir bener, sekarang yang penting ajak orang-orang yang di bawah dan yang bakal menjadi pemimpin indonesia untuk berpikir bener, contoh : anak-anak kita dan orang-orang yang tidak tau, trus apa yang perlu diajarkan ke mereka :

HAM harus di ganti dengan KAM
ntah kenapa HAM terkadang selalu menjadi senjata untuk orang-orang indonesia. Orang-orang indonesia yang udah pada dasarnya malas dan cuma bisa ngomong malah disuruh dan dikasi untuk menuntut HAK. Kalo dulu itu Soekarno dan Hatta menuntut hak-haknya dulu, maka Indonesia ga akan merdeka, mereka adalah orang-orang yang masuk ke jenis melawan arus, yang akan di cap pahlawan klo berhasil, dan di cap orang aneh kalau gagal. Setuju sama Fery, udah ga ada yang mendahulukan kepentingan umum atau bersama, yang ada sekarang hanya kepentingan individu atau golongannya. Bukan berarti nyruh jadi kek sukarno, dan juga bukan berarti kek JF.kennedy bilang "jgn tanya apa yang bisa negara berikan ke kamu blablabla anjing", BUKAN!!!. Intinya tunaikan lah dulu kewajiban mu dan dapatkan hakmu, banyak sih yang udah bilang kek gini, tapi luar biasa sulit realisasinya.

BUDAYA
Didik anak2mu supaya tidak menjadi seperti mereka2 yang sekarang di pemerintahan, merekalah nanti yang bakal menjadi penerus. Budaya disini sangat luas, masalah ga korupsi, agama, tatakrama, dan pendidikan juga termasuk kedalam budaya.

HATI NURANI
Banyaklah melatih hati nuranimu, karena semua masalh yang timbul di dunia ini pasti karena maslah hati, sekolahkan hatimu yang sekarang mungkin masih SD sampe menjadi S3 atau profesor, kemudian ajarkan kepada generasi berikutnya.

isi di atas tidak bermaksud menggurui atau sotoi, cuma pikiran tolol yang ada di gw, silahkan post2 trus masalah kek gini, dan omongkan trus, mudah2an ada hasilnya dan berguna. Jaya Indonesia, yeahhhhhhh.

A. Subrata aka Bobex
Anak Balikpapan yang sudah pindah ke Bandung
Teknik Informatika STT Telkom

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Jadi bex, yang sebenernya kita tuntut (kata yang lebih tepat sebenarnya “bahas”) adalah sebuah masalah multidimensional yang tentu saja kalo bicara solusi bakalan complicated seperti yang Avril Lavigne bilang. Daerah lain juga merasa salah? Well that’s good, berarti kita memang tidak sendiri. Boro-boro daerah, Jakarta aja masih penuh orang lapar. Perubahan hanya bisa berubah dengan perang dan ideology? Well, LO KEBANYAKAN MAEN DOTA!

Gw gak tau yah kenapa secara copy-paste pikiran lo sama dengan yang dicetuskan para liberalis kapitalis (baca: uncle sam). Unstable is normal for you? Oh yeah coz maybe elo berada di sisi yang “diuntungkan”. Still bex, It’s a big deal. It’s a question and we need the answer. I personally don’t care how long it will take, even forever.

Variansi. Gw gak tau lo dapet konsep ini dari mana, tapi gw terjemahkan variansi yang lo maksud sebagai “kepentingan” (according to your explanation: Variansi yang di maksud bukan beragam suku jenis lho ya, tetapi beragam tujuan, maksud, dan keinginan). Kepentingan ini jelas gak bisa lah diturunkan tingkat keragamannya. That’s why we need politic. Untuk mencari jalan bagaimana caranya kepentingan umumlah yang duluan terlaksana (mungkin Ferry sampai sini sedang tersenyum sinis, apalagi iwan, mungkin udah log out dari tadi). Untuk melaksanakan agenda itu, (yaitu mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan individu dan golongan –kita kesampingkan dulu analisa saudara ferry terhadap teks lagu Indonesia Raya satu stanza-) kita memerlukan PEMIMPIN. Nah itulah salah satu masalah yang kita bahas dari kemarin. Ada apa dengan leader kita? Kenapa mereka tidak bisa melaksanakan their campaign promises? (yang sedikit banyak sudah dibahas sama Ega, Thanks ga).

Bobex wrote: yang kita lakukan dengan berpendapat ini percuma dan buang-buang tenaga, apalagi berpendapat ttg daerah, kaltim misalnya. ,,,,


Gw pribadi gak ngerasa buang-buang tenaga. Berapa postingan sudah banyak nyebutin kalo kita memang sedang berada di level wacana. Sekarang gw balik bex, ngapain kita bicara level nasional kalo RUMAH kita aja belum beres? Kenapa kita cuma mikirin Kaltim? Oh gak (jangan cuma baca, simak juga kapan-kapan) . Kita juga memikirkan ini secara global. Tapi sebagai langkah pertama kita FOKUS ke Kaltim. Daerah laen juga punya young generation yang kita harap juga sama semangatnya sama kita. That’s what otoda all about kan ?

Focus bex focus, itu cara pertama kita menyelesaikan masalah. Jangan jauh-jauh mikirin Lapindo, we’ve got some guys to think about that (yang sayangnya gak kompeten, dan Mr. Sby terlalu sayang sama si roti). Kenapa ada mahasiswa yang telat lulus atau bahkan DO, kalo menurut gw ya karena mereka gak FOKUS sama masalah yang dihadapi (baca: kuliah). Nah disini, kita sebagai anak-anak Kaltim berusaha focus mengidentifikasi apa-apa aja yang salah sama propinsi kita. Secara baru kali ini kita ngomongin hal ini.


Jangan terlalu pesimis lah. Mungkin Titin anak IPDN yang akan tetap membela teman-temannya yang masuk penjara itu. Mungkin Hapidah bakalan jadi birokrat yang gak kalah nyebelinnya (mudahan engga ya lied). Mumpung kita masih idealis, kenapa gak kita keluarkan semuanya. Biar suatu hari ketika gadang jadi gubernur trus KKN, bakal gw posting semua tulisan masa mudanya. Kuncinya saling mengingatkan. Tapi gw yakin, kalo suatu hari nanti kita jadi “pihak yang berwenang” IA amanah.

Cuma satu hal yang gw setuju dari tulisan lo (lah, jadi dari tadi gak setuju??) adalah sebelum kita teriak MANA, kita harus berkata INI.

Puput –not in grey area-

Anonim mengatakan...

Soal Pemimpin, well itu memang kendala utama kita. Untuk masuk pilkada tingkat 2 aja kita butuh dana minimum 500juta-1M rupiah. Untuk lanjut ke tingkat 1 sudah biasa untuk menghabiskan 5M rupiah. Gw baru aja dapat info ini dari mantan bupati Belitung Timur, bapak Basuk T.Purnama. Kok bisa gw ketemu beliau, hehehe maklum lah beliau kebetulan juga orang TiongHoa (Jangan bilang Cina, entar beliau tersinggung, masa negara Indo dipimpin ama orang Cina katanya) dan gw ketemu pas beliau sedang bawa seminar disini. Beliau dapat penghargaan negara anti korupsi. Dan dengar dari ceritanya, jadi punya banyak musuh memang kalo mau anti korupsi di negara kita, apalagi entar pas di pemerintahan. Tapi kalo ga ada yang berkorban memang ga bakal baik negara kita, setuju banget sama ega emang berat jadi pemimpin tapi mau gimana lagi...

Y. Miko
TiongHoa asli Samarinda
NTU Singapore

Anonim mengatakan...

Pertama, ga ada yg sia-sia dari omongan kaya gini. Minimal udah jadi lahan kita buat berdiskusi (yg lagi haus diskusi), bercengkerama (yg udah lama ga ngobrol2) dan curhat (yg ga punya temen, kesian amat). Lagian tindakan itu pasti mulai dari suatu niat ko. Nah niat kita ada di tulisan2 ini. Masalah kejadian apa ngga tuh tindakan, itu urusan belakangan. Niat baik aja merupakan ibadah. So gada yg salah dengan niatan (baca: tulisan2) kita ini.

Kedua, kunci masalah secara global ada di pendidikan. Analogi sederhananya gini :
- rakyat ga perduli dgn negara karena rakyat masih mikirin dirinya sendiri
- rakyat mikirin diri sendiri umumnya karena dirinya miskin
- miskin sangat dekat dgn kebodohan.
- kebodohan perlu pendidikan
Memang udah ada beberapa daerah yg ngeh masalah ini dan akhirnya memberi pendidikan gratis bagi siswa2nya. Tapi menurut gw pendidikan gratis akan sangat efektif bila tepat sasaran. Sasarannya tentu saja seharusnya masyarakat tidak mampu. Contoh realnya, SEKOLAH KITA. Gw masuk situ dulu karena gratis! Dan gw yakin beberapa diantara kalian juga berpikiran sama. Dan dulu itu sistemnya sangat bagus, dimana ada jatah2 daerah (meskipun ttp plg banyak smd dan bpp, hihihi). Dan komposisi siswanya menurut gw cukup adil, toh tidak semuanya orang mampu, dari ortunya pejabat bank BI (sapa ya) sampe tukang servis elektronik (sapa ya) juga ada. Dan lihat hasilnya sekarang. Anak2 muda kreatif dan bersemangat (hoeeeekkk!! ). Coba bayangkan kalo sekolah kaya gini dulu ada 5 atau 10 buah di Kaltim. Cukup tuh buat bikin perubahan. Sayang, maintenance jangka panjang nya kacau beliau akibat duit udah mulai masuk ke sistem, rebutan duit dah jadinya. Tapi toh ga sia2 kan? Mungkin ini dulu angan2nya pendiri2 sekolah kita, punya generasi muda yg mantep2 kaya gini yang akhirnya kejadian.

GG Wihardy
Samarinda
Geofisika ITB

Anonim mengatakan...

- rakyat ga perduli dgn negara karena rakyat masih mikirin dirinya sendiri
- rakyat mikirin diri sendiri umumnya karena dirinya miskin
- miskin sangat dekat dgn kebodohan.
- kebodohan perlu pendidikan

Kayaknya ni kata2 pernah gw denegr di tipi dang.....?
Oia iklannya TANTOWI YAHYA...wakakakk
Kalu bgt mari kita baca KORAN SINDO....
HIDUP KORAN SINDO....VIVAT! !!!!

J. Santoso
Samarinda
Teknik Geodesi ITS

Anonim mengatakan...

Hue...
Politik untuk kepentingan umum..
Let me ask you guys a simple question : Ada?
Sejauh yang kutahu -entah ini dilihat dari sudut pandang netral,
tapi tampaknya lebih banyak karena stereotipku terhadap
politikus-, politik itu muncul untuk kepentingan pribadi atau
golongan. Sebagai cara agar kepentingannya berada diatas
kepentingan orang/golongan lain. Politik adalah permainan
strategi. Wajar bila hampir semua strateginya licik, karena itu
adalah jalan pintas dan paling efektif.
Well, kalo ada yang bilang mengutamakan kepentingan umum. Hey,
justru kepentingan umum itu cuman sebuah alat agar kepentingan
golongannya berada diatas kepentingan golongan lain. Itu cuman
sekedar alat sob! Supaya lebih banyak orang yang simpatik dan
memberi dukungan, jadi golongannya bisa berada diatas. setelah
berada di atas dan memiliki power, akan lebih leluasa untuk
mengutamakan golongannya. Bukan begitu?
Ok, kita memang blum pernah merasakan secara langsung terjun di
dunia politik, jadi masih bisa seenak perutnya aja komen soal
politik. Kalo kita benar2 terjun, bisakah kita bertahan dengan
idealisme kita yang 'perfect' itu? Well, jika ingin pandangan
orang tentang politik itu berubah jadi baik, justru orang2 macam
kita yang tahu kalau politik itu kotorlah yang seharusnya terjun
ke politik. Karena kita akan berusaha untuk bermain bersih dan
berusaha menghindari kotor tersebut -walaupun ga kotor tu ga
blajar katanya-. Dan jangan jadikan kepentingan umum hanya sebagai
alat untuk kepentingan golongan sendiri. Tapi jadikanlah
kepentingan umum itu sebagai kepentingan golongan kita. Jadikan
'umum' sebagai 'aku, kami, kita' dan bukan 'dia, mereka'.
Got the point?

F. Aldino
Anak Samarinda
Psikologi UGM