Selasa, 04 September 2007

Merubah Bangsa?


Siapa yang bersedia mampus di tangan bangsanya sendiri? Mau jadi pemimpin habis mata sembab, dihina2, mana ada yang mau.. Lha wong pendaftaran jadi Gubernur DKI sampe mepeeeet waktunya ngga ada yang nongol2 buat nyalonin diri.

Lagian kalo mau jadi pemimpin bangsa itu kita musti utang budi, utang, duit dimana2! Meskipun utang duit itu ngga riil. Misalnya nih, kalo mau jadi presiden eh salah mau jadi gubernur aja deh ngga usah jauh-jauh.. Banyak banget biaya yang kita perluin! So, pasti kita cari promotor2. Orang2 yang banyak kepentingan dengan aset bangsa ini mulai deh dengan senang hati menjadi promotor salah satu calon pemimpin. Mendukung dengan segudang kocek yang dia punya. Kalo si pemimpin udah berhasil mencapai cita2nya, tinggal dia nagih utang budi. Itulah yang bikin banyak pejabat mendahulukan kepentingan bersama bahkan perseorangan daripada kepentingan publik. Ya karena utang budi itu tadi!

Akhirnya si pemimpin sibuk mengamati aset mana aja yang bisa dijadikan penutup modal kampanye dia.

Tapi merubah bangsa itu ngga hanya dengan menjadi pejabat. Ada cerita dari negeri Bangladesh. Kalo ngga salah namanya Muhammad Yusuf atau siapa gitu.. lupa gw..

Nah dulu Bangladeh ini adalah salah satu negeri yang termiskin! Disana kebanyakan penduduk berpenghasilan rendah. Akhirnya beliau menciptakan sistem, gw lupa istilahnya kira2, lend your 10 dolar. (jumlah pastinya gw lupa, hanya beliau menghitung2 jumlah tersebut kira-kira seperti kebutuhan 1 hari yang kita perlukan).

Nah dia uji coba melalui mahasiswanya. 10 dolar dari uang saku mereka digunakan sebagai modal. mereka datang ke desa2. setiap satu orang meminjamkan 10 dolar yang mereka miliki kepada orang lain. Nanti setelah beberapa waktu orang tersebut mengembalikan 10 dolar, tapi dengan catatan si peminjam telah memiliki uang lebih dari 10 dolar.

Jadi intinya si Muhammad ini mengembangkan KUK ala syariah. Ngga banyak kan modalnya. Dia cuma memberikan 10 dolar! Secara setiap hari kita cuma butuh 10 dolar buat hidup!

Dalam beberapa tahun KUK syariah si dosen itu, membesar! Banyak keluarga yang tertolong dari program tersebut. Nah, merubah bangsa ga harus butuh modal segede buat iklan di tipi kan?

Kita bisa mulai dengan membuka lapangan kerja kecil-kecilan. Tanamkan kepada karyawan yang bekerja pada kalian untuk tidak selamanya menjadi karyawan kalian. Mereka harus bisa membuka usaha sendiri. Bantu, baik dengan teori maupun dengan modal. Kembangkan mereka. Meskipun kita malah menjadi banyak pesaing, pastilah rejeki itu ngga pernah sejalan sama teori matematika! Rejeki akan semakin banyak kalo kita bagi ya kan?

Emang sih sekarang kita masih pada tahap ngomong doang, tapi kalo ngga diomongin kayak gini, mana bisa kita tau bahwa di kepala teman-teman kita yang urakan ini terdapat ide-ide yang kayak berlian?!

Buat yang gak suka, yah di semangat positif itu pasti ada aura negatif yang nongol, biar satu...

A. Atmaraga
Anak Samarinda
Teknik Industri STT Telkom

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Satu tambahan juga soal Muhammad Yunus ini, kekeluargaan masyarakat disana juga sangat membantu suksesnya program ini. Konon apabila ada yang tidak mampu mengembalikan dana yang mereka pakai, maka masyarakat sekitar akan membantu melunasi. Hal ini membuat kesadaran orang-orang yang meminjam dan menggunakan dana mempunyai rasa tanggung jawab yang besar karena dikontrol didalam dan oleh komunitas mereka sendiri. Well, masyarakat kita pasti juga punya tanggung jawab yang sama asal diberi kesempatan kali ya.

Anonim mengatakan...

Beh...
pertama soal pemilihan cagub DKI.
Itu bukannya ga ada yang maw jadi pemimpin, pliss deh jakarta gitu loh...orang "penghasilan" gubernurnya aja ber-M M, yah klo sutiyosonya sih bilang cukuplah, loh kayak alan aja. Lagian itu cuma strategi pilkada bung, harap maklum, ada konsolidasi ini itu dulu sebelum melangkah.
kedua, kita ga usahlah melihat kanan kiri liat orang. bangladesh lah apalah. keknya gimana gitu...
setiap bangsa itu punya permasalahan sendiri punya tipikal penyelesaian sendiri. Dan gw masih percaya sama Boediono, Sri Mulyati dan Burhanuddin Abdullah beserta tim.

Regards,
Kurniawan D.